Kaktus, Altar pembunuhan berseru kepada Teratai Jingga
Wahai teratai jingga, lihat..lihatlah
dipelataran tubuhku ini mengalir sisa ceceran darah mempesing
diatas altar badanku ini tersisa bongkahan-bongkahan daging membusuk
Aku ingat riwayatku
Aku tumbuh dengan sendirinya...ditempat ini
Tidak ada tangan halus yang menyiramiku
Tiada yang memberi harapan
Tidak ada yang memberikanku sedikitpun kehidupan
Aku menjadi tegar karena tiada yang memanjakanku
Aku menjadi kuat karena berada dalam pelukan kekeringan dan dahaga
Ketika aku tumbuh besar mereka memperalat aku
Sebagai altar suci upacara pembunuhan
Untuk menghormati dewa perang yang terkutuk
Bagi orang-orang suci yang menyuarakan hati nuraninya
Bagaimanakah keadaanmu wahai saudaraku teratai jingga?
Teratai jingga dalam kolam kesejukan dengan penuh rasa iba bersabda
Wahai kaktus....sahabatku
Malang nian nasibmu
Akhirnya dikau menjadi godam pembunuhan..itu
Adapun daku
Aku adalah simbol kebaikan, kemuliaan dan pengetahuan
Diatas dahan kuncupku bertahta sang Guru
Menekuri kefanaan semesta
Simbol keabadian
Disini ...kesejukanku menyelusup ke segala penjuru
Lewat pesan-pesan kearifanku
Akhirnya kaktuspun berkata
Duhai teratai jingga yang budiman
Sekalipun dikau di telaga itu
Tetapi engkau tetaplah Teratai jingga
Tebarkan keharumanmu di seluruh pelosok
Tunjukkan keindahanmu kepada dewa yang penjahat ini
Tebarkan keharuman kepada orang durjana ini
Perlihatkan kehalusanmu pada manusia biadab ini
Hancurkan dia dengan kelembutan yang mengharumkan
Poso, 22 Desember 2003
1 comment:
Tambahkan dong puisinya.............
Post a Comment